onsdag 28 mars 2012

PSIKOLOGI = ILMU SABAR & SYUKUR

bismillah

Selama 6 semester saya belajar di ruang kelas Gedung K Fakultas Psikologi UGM, baru semester ini saya menyadari betapa psikologi adalah ilmu yang sangat cantik. Menyadur kalimat Mbak Setiawati Intan Savitri a.k.a Izzatul Jannah, sang novelis terkemuka di Indonesia, dalam kalimat pembuka tesisnya "Belum Cinta tetapi Menikah: Dinamika Perjodohan dalam Perkawinan Aktivis Pergerakan Islam" :
Mempelajari psikologi, seharusnya membuat hidup lebih gemulai.
Saya sangat setuju terhadapnya. Mempelajari psikologi emosi, misalnya. Pernahkah terpikir begitu signifikannya peran emosi dalam hidup seseorang? Bagaimana jika kompetensi emosi seseorang terdistorsi? Pascaoperasi otak, bisa jadi. Ada seorang ayah yang tinggal di UK (as far as I could remember... or USA. whatever. he lives on earth.) yang mengidap penggumpalan pembuluh darah otak sehingga harus dioperasi. Efek samping dari tindakan medis tersebut ternyata membuatnya tidak dapat mengenali wajah. Dia tahu wajah yang dilihatnya, namun tidak dapat memberikan label emosi terhadapnya. Tentu saja emosi tidak hanya terbatas pada emosi marah dan jijik namun juga emosi bahagia dsb. Dapatkah kita berempati terhadapnya, as if we were him? Setiap kali dia melihat anak-anaknya, dia tahu wajah-wajah itu namun tidak ada afek yang timbul dalam perasaannya. In another short sentence: dia tidak mengenali anak-anaknya. Dia tahu dan merasa pernah melihat wajah-wajah itu, namun tidak mengenal siapa pemilik wajah itu dan apa hubungannya dengan diri sang ayah.

Itu baru emosi saja. Belum kita melirik pada bahasan yang lebih ekstrim, misalnya autisme. Saya memiliki adik bimbingan belajar di Sanggar Belajar Inklusif. Well, okay. Bukan adik bimbingan resmi sih, ya, karena saya mengajar secara suka rela di sana, tidak resmi. Jadi anggap saja 'seseorang yang saya anggap sbg adik'. Nama samarannya adalah Adi. Dia seorang autis. Usianya kira-kira 12 tahun, badannya tambun dan lucu. Setiap kali dia ditanya "Adi sudah mandi?" maka dia akan menjawab "Sudah, Bu." Kemudian jika ditanya lagi "Adi belum mandi?" maka dia akan menjawab "Belum, Bu."

See? Adi belum memahami makna kata. Dia baru menghafalnya. Jika ditanya 'sudah' maka dijawab 'sudah'. Jika pertanyaan diubah menjadi 'belum' maka dijawab 'belum'. Bukankah kita semua, we all human-being, need to understand words? Dan helloooo... Adi seorang autis, lho! Bagaimana memahamkannya terhadap makna kata? Anyone? Perasaan saya selalu bercampur aduk tiap kali melihat Adi. Senang, melihatnya tidak antisosial, mau belajar bersama teman-teman lainnya. Miris, kadang hopeless juga memikirkan bagaimana membuatnya paham terhadap sesuatu. Sebagaimana Bu Sullivan bingung terhadap Hellen Keller mungkin, ya. Yang jadi Bu Sullivan tentu bukan saya, tapi Bu Ammy, pembina Sanggar Belajar Inklusif. Bagaimana pula perasaan orang tua Adi? Wah, saya baru sadar kalau kontribusi saya di bidang pendidikan anak-anak berkebutuhan khusus masih 0 besar, bahkan minus. I could do nothing :(

But hey! Bukankah Allah menciptakan segala sesuatu tidak dalam kerangka kesia-siaan? Kepercayaan ini yang selalu saya tumbuhkan dalam hati bahwa setiap anak di dunia ini, baik yang autis maupun ADHD ataupun yang lain, pasti Allah telah melekatkan kemanfaatan dalam diri mereka. Cepat besar ya, Nak. Semoga manfaatmu segera merekah dan mendunia... terima kasih telah menjadi 'guru' bagi kami... :')


Back to the topic. Belajar psikologi, belajar tentang manusia, human-being, objek yang subjektif, maka memang seharusnya kita lebih bijaksana dalam memaknai kehidupan, baik hidup kita maupun orang lain. Saya pun teringat akan 'kendaraan'-nya Ummar ibnu Al-Khattab, sabar dan syukur. Bukankah seharusnya, para pembelajar psikologi juga memiliki dua 'kendaraan' itu? Jika belum, semoga 2 contoh yang saya jabarkan di atas dapat sedikit membuka mata hati kita.

Allahu a'lam bish-showab.

P.S.:
emphaty is different with pity

lördag 17 mars 2012

Nasihat Hari Ini

bismillah

"Aku khawatir terhadap suatu masa yang roda kehidupannya dapat menggilas keimanan. Keimanan hanya tinggal pemikiran, yang tidak berbekas dalam perbuatan. banyak orang baik tapi tak berakal, ada orang berakal tapi tak beriman. Ada lidah fasih tapi berhati lalai, ada yang khusyuk namun sibuk dalam kesendirian. Ada ahli ibadah tapi mewarisi kesombongan iblis. Ada ahli maksiat rendah hati bagaikan sufi. Ada yang banyak tertawa hingga hatinya berkarat dan ada yang banyak menangis karena kufur nikmat. Ada yang murah senyum tapi hatinya mengumpat dan ada yang berhati tulus tapi wajahnya cemberut. Ada yang berlisan bijak tapi tak memberi teladan dan ada pelacur tampil jadi figur. Ada orang punya ilmu tapi tak paham, ada yang paham tapi tak menjalankan. Ada yang pintar tapi membodohi dan ada yang bodoh tak tau diri. Ada orang beragama tapi tak berakhlaq dan ada yang berakhlaq tapi tak bertuhan. Lalu di antara semua itu, di mana aku berada?" (Imam Ali bin Abi Thalib)  
somehow it gave me the answer of my lately question:
kenapa orang-orang bule cenderung lebih beradab daripada WNI? padahal, kita merupakan negara dengan tingkat religiusitas yang tinggi dan mereka itu menafikan adanya Tuhan, most of them. Bahkan, salah satu dosen psikologi yang sedang menempuh program doktoral di Australia menjadikan pertanyaan ini sbg salah satu landasan desertasi beliau tentang psikologi moral. 

no more words I could say but astaghfirullahal 'adhim... selamatkanlah keimanan kami Yaa Rabb... selamatkan kami Tuhanku....

tisdag 13 mars 2012

A Little Thing Means A Lot

bismillah.

mhn maaf sedang edisi nyampah. smg yg baca tdk kecelik. ah, tp sy juga ga yakin ada yg baca blog ini... hahahah. well, once my friend had told me
"dont ever underestimate anything. even a simple thing. we don't really know, when a little thing means a lot for someone." 

dan ternyata saya baru saja mengalaminya. pekan-pekan menegangkan di kelas, banyak tugas yg belum selesai, berjanji-janji yg belum tertunaikan... di kelas rasanya kayak di neraka. apalagi kalau pas mati AC jd bener2 pengap dan bau scr harfiah! nah nah nah... akhirnya sy menemukan aktivitas favorit sy dulu yg udah lama terlupa: nggambari buku catatan. well, im not a good drawer though my father is a painter. tapi sejak SMA dulu, terutama pas duduk sebangku sama Zulfa yg suka gambar anime dan bikin manga, saya jadi terbiasa corat-coret  di buku catatan. dan aktivitas itu membuat tidak boring selama di kelas, duduk berjam-jam ga boleh rame apalagi makan. wkt SMAdulu gambaran saya lumayan bagus krn tiap hari terasah. maksudnya, nyonto gambar anime yg Zulfa buat. 2 hari lalu sy baru inget kl sy suka nggambar dan ketika mulai nggambar lagi di buku catatan ternyata mmg menghasilkan kecacatan. but... whatsoever! i did enjoy it! bikin ga ngantuk. tp tetep dengerin penjelasan dosen kok. yah, walau ga tau brp % yg bnr-bnr saya pahami. secara, mendua... ndengerin dosen sambil nggambar.

balon dan gajah. sebuah mahakarya beraliran 'fiksasi'
failed manga by intanwati n uzisari
my fav: karya dek ayun. yosh! :D
see? walau cuma goresan urek-urek geje, intan dan saya smp terbahak-bahak mengikuti alur (failed) manga karya kami di kelas. terus, cuma tulisan kecil dan singkat dari dek ayun, boom! mood saya langsung melejit mengikuti perkuliahan psi kognitif saat itu. honestly, i dont really get into clinical psychology. im a developmental banget deh ya sebetulnya... but big thanks to dek ayun yang scr ga langsung telah menyelamatkan saya dari mbak bulimia dan tante anoreksia! GJ. Nite all... <3 <3 <3

måndag 12 mars 2012

腹切り HARAKIRI !!

Tasks...            taskS...
tASks...
tasks...

fuuu.. 
Please a haRakiri... SepPuKu for me... anyone?



lördag 10 mars 2012

As Always, Today is The Most Enjoyable Day!

 "If I were a flower, then now I’d be a bud. I shall treasure the beginning of my youth without any regrets. And I really don’t want to say things such as 'I want to go back to how things were before'. I recognized how I am right now and I will continue to live on."
-Ikeuchi Aya, One Liter of Tears-

fredag 9 mars 2012

GOOD PEOPLE STILL EXIST

bismillah.

Berawal dari 2 pekan terakhir yang penuh kepenatan. Tugas kuliah menggunung, merasa salah jalur (fokus perkembangan yang terbanting setirnya ke arah psikologi klinis), jadwal medical check up yang semakin bertumpuk-tumpuk, proyek dengan kawan lintasjurusan maupun dosen yang makin terbengkalai, amanah di luar kampus yang makin terserak, ukhuwwah dengan saudara yang terseok-seok, iman yang terus saja merosot, dan urusan di rumah yang tambah tak terjamah. Argh!! Dunia seolah enyah, dan saya berada di planet antah-berantah. Suasana macam apa ini? Sendiri. Hanya disibukkan dengan urusan-urusan pribadi. Kontribusi? Ah, serasa asing diperdendangkan hati. Saya... disibukkan urusan-urusan dengan diri sendiri. Hingga tangis terasa mahal, rintihan pada Tuhan makin jarang. Waktu, energi, emosi, mengarah pada satu titik: diri sendiri. Sungguh tragis, bukan?

Khoirunnas anfa'uhum linnas. Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain. The best people are those who are the most useful to others.

Doa terfavorit saya pun menjadi: Yaa Allah, sibukkanlah diri ini dengan urusan agama-Mu. Jadikanlah hidup singkat ini menjadi kemanfaatan bagi agama-Mu, bagi ummat Rasul-Mu.... saking desperate nyaaaa, tidak bisa melakukan apa-apa bagi orang lain. Saya mencoba apply beberapa job yang sekiranya dapat saya wakafkan sebagian pemikiran saya di dalamnya. Namun sayang, tidak ada yang menerima. My need of affiliation is at the highest level now! I will die if I'm not seeing others! 

Hingga siang ini, qodarullah, saya bertemu dengan seorang sahabat. Kami ngobrol, saling curhat. Dan dia menganggapi celetukan saya "Jangan-jangan... sekarang aku telah menjelma menjadi sampah dunia yang tidak bisa berbuat apa-apa bagi sesama." dengan kalimat singkatnya: "Uz, ayo ikut aku ngeles sore ini!"

Dan you know what? Ternyata tempat les-lesan sahabat sekaligus saudara saya itu adalah sebuah rumah surgawi. Di mana sepasang suami istri yang meninggalinya, telah sepakat mewakafkannya untuk pendidikan inklusi sejak tahun 2009. Setiap sore, mereka mengajar sekitar 50 anak-anak SD bersama beberapa pengajar volunteer. Di penghujung siang setiap harinya, rumah itu menjelma menjadi Sanggar Belajar INKLUSIF. Anak-anak normal dan berkebutuhan khusus pun belajar bersama di sana. Saya trenyuh. Hati pun luluh. Ada anak-anak slow learner, autis, tunarungu, tunawicara, dan ADHD di sana. Ada anak-anak reguler. Semua belajar bersama. Menyenangkan. Mengharukan. Menyemangati para pengajar. Ya, mereka justru menyemangati kami. Semangat mereka menghidupkan gairah dalam hati-hati kami.

anak-anak hebat menunggu pembagian snack sebelum pulang ^^
Saya punya cita-cita: mendirikan School of Parenting di Indonesia dan akan memperjuangkannya hingga kelak menjadi sistem wajib yang memiliki kekuatan hukum di negeri ini. Karena apa? Saya pikir, berbagai masalah yang dihadapi generasi muda bermula dari kondisi keluarga yang tidak sehat. Apapun itu. Dan saya menyimpulkan, pendidikan keorangtuaan seharusnya wajib dikuasai sebelum pasangan memutuskan untuk memiliki anak. Entah itu diputuskan secara sengaja maupun karena 'kecelakaan'. Rumus universalnya kan, iLmU MeNdaHuLUi aMaL.  

Belakangan saya sempat ragu dalam mengusahakannya. I mean, hellooooo... siapa aku? Semampu apa aku? Apa Indonesia, dunia, benar-benar membutuhkan sekolah ini? Apa mimpiku tidak berlebihan? Ditambah lagi, beberapa kawan yang kuceritai mimpi ini, satu per satu mulai menertawakan. Namun, kunjungan ke Sanggar belajar INKLUSIF sore ini justru memberikan saya jawaban: 

THERE IS NO 'LATER'. IT IS ABOUT 'NOW OR NOTHING'

Tidak perlu menunggu kaya untuk memberi. Tidak perlu menanti mampu untuk berkontribusi. Tidak usah mencari waktu senggang untuk menebar kebaikan. Justru... make time! Live where we are now. Hiduplah untuk masa kini, saat ini, detik ini. Persembahkan apa yang terbaik yang mampu diusahakan. Apapun itu. Semoga setiap nafas yang terhembus adalah kemanfaatan.

Meneladani Bu Ammy. Beliau seorang pengajar di Bina Anggita, sekolah khusus untuk anak-anak autis di Yogyakarta. Jam mengajar beliau biasanya hingga pukul 2 siang. Setelahnya? Beliau mewakafkan diri untuk mengajar di sanggar belajarnya. Hingga kapan? Bahkan sampai matahari tenggelam, petang menghadang. Apakah beliau kaya? Tidak. Rumah beliau bukan tipe gedongan. Namun beliau kaya, sangat kaya ladang dan lahan kebaikan. 

Ibu Ammy, mbak mas pengajar, dan ABK tersayang ^^
Keteguhan hati Bu Ammy dalam menjalani rejekinya sebagai pendidik di sekolah dan rumah, telah membuahkan hasil. Dua anak autis yang belajar di sanggarnya telah menggapai banyak kemajuan di bidang kognitif dan sosio-emosional. Beberapa anak slow learner tidak merasa minder dan kini gigih belajar. Anak-anak reguler lainnya, kini belajar berempati dan bersimpati terhadap sesama. Dan yang jelas, seluruh anak kini bersemangat belajar. Orang tua mereka, dengan penuh rasa syukur dan terima kasih, gratefully say thank you to Ibu Ammy for the lesson she tought today, tiap kali mereka menjemput anak-anak. Raut bahagia, wajah penuh kesyukuran dari para orang tua... oh, adakah yang lebih indah daripadanya?

Bu Ammy dan suami beliau telah mengajari saya, untuk senantiasa berkontribusi bagi sesama. Apapun bidangnya, seberapapun cakupannya. Saat ini juga! Tidak perlu menunggu nanti. Yes, good people still exist. 

Dan saya tetap bermimpi, Indonesia akan subur dengan benih-benih School of Parenting yang kelak akan menjadi satu bagian dari sejarah kebangkitan moral negeri ini. Belum banyak yang bisa saya lakukan sekarang, namun semoga Allah menguatkan hati-pikiran-diri untuk mengusahakannya. Sekecil apapun, sesederhana apapun itu. Mulai saat ini.




 




torsdag 8 mars 2012

BLOODY GLOOMY

bimillah.

do you ever feel like breaking down?
do you ever feel out of place?
like somehow you just don't belong
and NO ONE UNDERSTANDS you...
-Simple Plan, Welcome to My Life-


have u ever felt that everything just went wrong? all is messed up? nothing's right? have you ever felt that you really need a shoulder you can cry on, but all of your friends are busy? saya merasakannya. 2 pekan ini, semuanya berantakan. KIP tidak terjaga, amalan yaumiyyah berserakan, tugas kuliah amburadul... ah! saya merasakan... sendiri dalam keramaian. bahkan 9gag tak lagi lucu. saya merasakan, ketiadaan kawan-kawan saat saya membutuhkan mereka. oke, mereka tetap ada di sekitar saya. namun mereka berkata 'tidak' saat saya minta sedikit kebersamaan waktu dengan mereka. apakah mereka salah? tidak. mereka memiliki kehidupan yang juga penting, yang tidak dapat mereka tinggalkan. lalu, siapa yang salah? tidak ada. it really is just a matter of time. saat masing-masing dari kami disibukkan dengan urusan pribadi. saat tidak ada kesamaan waktu luang, bahkan untuk sekedar bertanya kabar. apalagi ke kafe, hang out bareng, saling curhat, lebih-lebih karaoke. all rejected me... :) im trying to be strong. but somehow, a friend or even a stranger asking 'how are you?' menjadi hal yang begitu bermakna. apalagi jika pernah mencicipi indahnya ukhuwwah, nikmatnya berjamaah. saat-saat sendiri seperti ini, sungguh terasa berat. well, i hope im not making an apology to myself.

I'm just wondering, am I doing nothing now? Is all I'm doing just for myself? Only for my own shake, my own bussiness? I mean... come on! Life's just too short to do things for our own good. Khoirunnas anfa'uhum linnas. Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.

Dear, God. I'm affraid if I'm doing nothing to others. I'm scared, if my life is nothing for others. No worth. Dear God, please keep me busy with good things. I'm scared... I really am scared... if these school tasks keep me away from contributions I could give to others... I'm scared.... Is my life worth it enough? Seeing my friends are busy with their job, their activities outside campus, somehow makes me envy. Me? I'm still sitting at the same classes with my juniors. All the tasks are arresting me. I can't live like this. No more, please! I do want to join in organizations again, meet people, cherish others, teach children... but I'm trying to be realistic now. I'm in my last year of my undergraduate study, I have a lot of tasks--I have to have tasks as many as I can so I could effort my graduation in the end of this year--, .... #@$%^&*)(%^#$