måndag 16 april 2012

BLOODY HYPOCHONDRIA

bismillah.

Hypochondria is a somatoform disorder characterized by an overreaction to physical symptoms and a conviction that one has or is on the verge of a serious illness. (Passer & Smith, 2007)

Diskusi tentang psikologi memang selalu seru, ya. Ada saja topik yang dibahas. Secara, ya, we are human-being which also mean that we are subjective creatures. Menarik. Lucu-lucu. Aneh-aneh. Dan seringkali membuat kita berdecak kagum sambil mengucapkan puji dan syukur ke hadirat Allah Yang Maha Mulia karena telah mengaruniai sebagian kita dengan sebuah 'kewarasan' yang tidak dimiliki oleh sebagian kita yang lain. As I noted before, psychology is about being grateful and patient. Sebagaimana hipokondriasis. Jika saya bersyukur karena tidak mengalami anoreksia dan bulimia, namun tampaknya saya juga harus bersabar karena belum selesai urusannya dengan hipokondria. Jikalau saya adalah seorang ikhwan, pastilah saya sudah resmi terdaftar menjadi anggota JIL, Jamaah Ikhwan Lebay... :))

Jadi, sebagaimana Passer dan Smith menjelaskan dalam buku andalan mereka Psychology: The Science of Behavior and Mind, hipokondriasis merupakan gangguan somatoform yang ditandai oleh adanya respon berlebihan terhadap kondisi fisik individu, seolah-oleh ia sedang mengalami kondisi sakit yang parah. Lebay sekali, bukan?

Saya punya kawan. Dia juga sama seperti saya, ditaklukkan oleh hipokondriasis. Kawan saya itu suatu waktu pernah mengalami sakit kepala. Dan respon kognitifnya berkata bahwa dia menderita kanker otak! Akhirnya dia pergi ke rumah sakit dan meminta CT-scan. Errr... =.=! Hasilnya? As we expected before, she was totally fine! *ketawagulung2

Pun, saya juga jamaah hipokondriyah. Terutama kalau melihat luka yang membuat darah menetes dari sebagian tubuh saya. Misalnya, walaupun hobi donor darah dan gemar sekali dgn jarum suntik, saya akan merasa mau mati kalau melihat luka suntikan di lengan saya. Pernah suatu ketika di akhir tahun 2010 saya donor darah. I did enjoy the feeling when the nurse injected me with the needle cause it's such a mental challenge for me. Kalau bisa menaklukkan ketakutan, bangga dong, ya... B-)

Oh iya, tapi memang saya sarankan bagi teman-teman yang mampu donor darah agar mau mendonorkan sebagian darahnya, ya. U'll see my reason behind my suggestion when u look at the family of the patient's eyes... :') 

Setelah donor, ada syuro' di rumah kawan. Di tengah syuro' terdengarlah suara adzan Ashar. Maka kami break sejenak untuk menunaikan seruan Allah tsb. Nah, saat berwudhu itulah dengan keji hipokondriasis membabi buta mental saya (?). Saat membuka plester di lengan (karena darah efek dari donor tadi mulai mrembes ke luar), saya melihat bagian lengan saya itu membiru dengan darah yang menyembul keluar sesekali. Waktu itu pandangan saya langsung kabur. Mual. Serasa akan mati! (?) Please deh, ya... but seriously! Saya merasa akan segera mati karena infeksi! =.=!


Akhirnya saya ke luar kamar mandi untuk meminta bantuan Nca, kawan yang saat itu sedang antre wudhu sesudah saya, agar membantu mengembalikan kesadaran. Tapi belum juga menjelaskan ke Nca, saya dihadapkan pada bayangan diri saya sendiri dalam cermin besar di depan kamar mandi. Jadi begitu keluar kamar mandi langsung berhadapan dengan cermin. Setting-an dekorasi rumah kawan saya memang spt itu. And you know what? Waktu itu wajah saya sudah pucat pasi! Saya baru tahu definisi operasional istilah 'pucat pasi' itu seperti apa. Saya melihat bayangan wajah saya yang tadinya cantik jelita seperti ondel-ondel kini menjadi pucat, putih tapi tdk bersinar (?), dengan bibir yang juga sewarna uban, dan di sekitar mata saya berwarna hitam. Ondel-ondel telah menjelma menjadi kuntilanak! Tepuk tangan.

"Ca... aku... pucet... ya...?"tanya saya sambil ambruk di sofa dekat pintu kamar mandi.

"Weh. Zi! Kamu kenapa, e?"tanyanya sambil menepuk-nepuk pipi saya.

Setelahnya, allahu a'lam bish showab. Hahahah... saya beneran pingsan gara-gara takut mati... because of that silly little scar! Errr.... *nggulung2 kyk ondel2 (?) Singkat cerita, saya sadar kembali setelah disuapi teh super manis oleh Nca. Lots of thanks, Dear! Kiss kiss!

Nah, beberapa hari yang lalu terjadilah lagi hal yang serupa. Habis donor darah, ngaji dulu di Masjid Kampus UGM. Kajian kontemporer bersama Ust. Taufik Hidayat tentang teologi. Setelah itu saya berencana sholat Maghrib berjamaah di sana. Qodarullah, lengan gamis saya kok terasa basah dan lama-lama semakin parah. Waktu mau ambil air wudhu saya semakin curiga, kok tambah luas area basahnya, ya. Saya ciumlah aroma bagian lengan kiri tsb. Wow, setengik bau terasi basi! Enggak, lah. Parfum adalah bagian dari penampilan saya, ya. Bukan utk tabarruj, hanya menganut paham 'muslimah itu harus rapi dan wangi'. Wangi saja, bukan semerbak. Jadi kalau cipika-cipiki sama kawan-kawan akhwat tidak akan menyebabkan bersin apalagi pingsan. Wagu banget kan ya, kalau ada headline surat kabar "Akhwat Mati oleh Polusi Bau Badan Saat Cipika-Cipiki" (?)

Back to the topic. Setelah saya intip, benarlah kiranya. Ternyata darah masih mengalir dari bekas tusukan jarum saat donor tadi. Bahkan seluruh permukaan luar plester sudah berwarna merah. Nah, melihat merah-merah itu membuat saya merasakan simtom persis seperti saat saya mau pingsan di rumah kawan yang tadi. O Lord, do I have to die now? Alhamdulillah, saya berhasil lbh realistis kemarin. Segera saya menuju tas dan mengambil sekotak susu dari UPTD RSUP dr Sardjito. Tleguk tleguk tleguk. I can handle this! I have to handle this! Begitu sugesti saya thd diri sendiri. Gila saja kalau sampai pingsan di tempat wudhu Maskam. I would just make troubles for others! Akhirnya dengan sempoyongan saya kembali saja ke kos untuk ganti baju (biar tidak najis terkena darah) dan akhirnya tidak jadi sholat Maghrib berjamaah di Maskam.

And the story goes on. Pagi ini, saya merasa telapak kaki kanan semacam kram. Kalau buat berjalan sakit sekali rasanya. Dan entah karena dudul atau apapun itu, saya baru menyadari bahwa ada darah yang merembes keluar di sol sepatu pada sore harinya. Saat saya cek, olallaaaaa ternyata darah tsb merembes dari dalam sepatu, dari kaos kaki, dan sumbernya adalah telapak kaki kanan saya. Setelah saya cermati lagi, ada sekeping kecil kaca menyembul. Di sekelilingnya darah mulai kering. Jadi dari tadi itu bukan kram, tapi karena ada pecahan kaca dalam sepatu dan seharian saya injak-injak. Doh!

And as usual, again and again, saya merasa ada kupu-kupu terbang dalam perut. Lalu pandangan mulai kabur. Oh Tuhan, saya akan mati karena infeksi! Errrr... ~.~!


Akhirnya saya hampir menangis takut terinfeksi dan akhirnya mati. Benar-benar merajuk spt anak kecil yang mau ditinggal figur lekatnya pergi! But seriously, I really was affraid that I would be infected by some kind of dangerous germs or whatsoever that would lead me to the ugliness then I die. Tepok jidat. Alhamdulillah, posisi sedang di rumah sehingga bisa menjadi bahan tertawaan ibu bapak. Beliau berdua menggoda habis-habisan karena menganggap respon saya konyol to the max... TT.TT

Ibu malah mau mencabut pecahan kaca itu. Tentu saja saya tolak! Dengan level hipokondriasis yang memang sudah menggilani ini, saya meminta Bapak untuk mengantarkan ke IGD agar dokter saja yang mencabut pecahan kaca tsb. Alhamdulillah, walaupun nyengir-nyengir sambil merayu Allah dengan panggilan sayang "Yaa Kariim" serta hiperaktif memastikan perawat dan dokternya agar jangan sampai menyisakan serpihan kaca dalam telapak kaki saya, akhirnya proses pengambilan pecahan kaca berhasil dieksekusi dengan baik. Tidak perlu jahitan. Jazakumullah khoir, dokter dan para perawat... :D

Sebenarnya pecahan kaca itu kecil sekali. Saya yakin kalau ibu yang mengambil pun bisa walaupun hanya dengan tangan telanjang. Tapi ya itu tadi, histeria thd hipokondria selalu menyisakan duka lara (?). Sampai saat ini saya masih mencari-cari solusi jitu dalam menangani hipokondriasis. Parah sekali bukan, ketika mahasiswa psikologi terbelenggu penyakit 'gila' semacam ini? Errr...

Maka bersyukurlah dan selamat merayakan kesyukuran itu jika sebagian dari kita telah resmi bebas dari hipokondriasis. Lucky you, guys! And happy Sunday nite! Baroka allahu fiikum... (:

Inga kommentarer:

Skicka en kommentar